Aksi Kamisan merupakan gerakan sosial yang memperjuangkan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia melalui aksi diam secara konsisten setiap Kamis di depan Istana Negara. Dalam perkembangannya, gerakan ini menghadapi tantangan komunikasi di era digital, terutama dalam mengarusutamakan isu HAM di ruang digital. Demokratisasi internet yang awalnya diharapkan menjadi ruang ekspresi yang lebih inklusif justru menghadirkan problematika baru, seperti keterlimpahan informasi dari sumber yang tidak jelas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan komunikasi Aksi Kamisan dalam mengarusutamakan isu HAM di era digital dengan menggunakan Teori Sistem Komunikasi Autopoiesis oleh Niklas Luhmann. Melalui kerangka teoriris ini Aksi Kamisan dipandang sebagai sistem komunikasi berautopoiesis dengan terus-menerus mereproduksi narasi, simbol, dan makna guna mempertahankan identitas dan memori kolektif tentang korban pelanggaran HAM. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode penelitian studi kasus. Data dikumpulkan melalui observasi kualitatif, wawancara, dokumentasi dan materi digital kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Aksi Kamisan sebagai sistem komunikasi cukup adaptif, namun dengan resonansi yang masih lemah. penelitian ini setidaknya menemukan lima tantangan utama yang dihadapi Aksi Kamisan sebagai sistem komunikasi di era digital. Pertama, keterlimpahan informasi termasuk penyebaran hoaks dan disinformasi. Kedua, sentralisasi internet dan algoritma media sosial. Ketiga, minimnya peran media massa dalam mengarusutamakan isu HAM. Keempat adalah sensor dan kontrol negara terhadap ruang digital. Terakhir, kesenjangan digital dan ketimpangan akses informasi bagi masyarakat.

Kata Kunci: Aksi Kamisan, Hak Asasi Manusia, Sistem Komunikasi Autopoiesis, Media Sosial, Gerakan Sosial Baru.