Praktik kontranarasi PKI melalui Harian Rakjat memberikan perspektif bahwa tuduhan tentang PKI kejam, antiagama, antipancasila, tidak bermoral, hingga sejak lahir melakukan pemberontakan dan antipancasila laik diperdebatkan. Dengan meminjam konsep diskontinuitas Foucault dan metode penelusuran sumber sejarah, tesis ini berupaya untuk menelusuri genealogi narasi kekejaman dan kebengisan PKI yang diproduksi oleh pers Masyumi sekaligus praktik kontranarasi yang dilakukan PKI selama kontestasi Pemilu 1955. Kontranarasi sendiri merupakan sebuah wacana yang digunakan untuk menolak, membingkai ulang, membelokkan, dan menumbangkan wacana lain yang bersaing atau menguasai kekuatan diskurtif. Dalam konteks tersebut, penelitian menemukan PKI menggunakan Harian Rakjat untuk melawan narasi besar yang diproduksi pers Masyumi, mulai dari tudingan kafir, kufur, sesat hingga upaya membendung politikus Masyumi yang gencar untuk memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam konstitusi negara. Dalam beberapa kasus justru ada temuan menarik, misalnya soal tudingan PKI antiagama, selama Pemilu 1955, PKI justru gencar mengampanyekan kebebasan beragama. Sementara soal isu antipancasila, PKI menjadi partai pendukung keberadaan republik proklamasi. Sebaliknya Masyumi justru getol mendorong konsep negara Islam. Tesis ini juga menemukan relasi yang kuat antara narasi kekejaman dan kebengisan PKI dengan peristiwa Madiun 1948. Temuan-temuan dalam tesis ini setidaknya melengkapi puzzle tentang historiografi PKI yang dalam beberapa dekade didominasi oleh narasi tunggal versi pemerintah yang menumpahkan semua kesalahan kepada PKI dan komunisme.

Kata kunci: PKI, Masyumi, Pemilu 1955, kajian media, kontranarasi Harian Rakjat, demokrasi parlementer.