Penggabungan beberapa perusahaan memang perlu di lakukan dalam dunia bisnis sebagai bentuk aksi korporasi untuk melakukan ekspansi bisnis dan menciptkan permodalan yang lebih kuat. Hadirnya PT Bank Syariah Indonesia sebagai perusahaan hasil merger dari tiga anak perusahaan BUMN membawa harapan baru bagi Indonesia untuk memiliki ekosistem ekonomi syariah yang berkualitas. Namun terjadinya merger juga berdampak pada publik internal karena adanya transformasi sistem dan budaya. Tidak semua orang mudah menerima perubahan yang terjadi, karena sebelum merger tentu terdapat nilai, perilaku, dan kepercayaan yang sudah lama melekat. Sehingga perusahan juga harus memiliki strategi komunikasi internal sebagai upaya penyelarasan terutama untuk budaya baru. Riset ini akan menjelaskan cara komunikasi internal PT Bank Syariah Indonesia dan mengetahui resistensi yang terjadi dalam upaya penyelarasan budaya pasca merger. Pencarian data melalui metode deskriptif kualitatif dengan desain riset studi kasus di Customer Care Group. Temuan riset menjelaskan bahwa PT Bank Syariah Indonesia sudah memiliki budaya baru yang di gambarkan pada 18 perilaku spesifik, serta sudah di integrasi dan internalisasikan ke publik internal melalui roadmap culture yang telah di rumuskan. Hanya saja terdapat beberapa publik internal yang mengalami resistensi seperti hilangnya kebiasaan, munculnya kekhawatiran, adanya faktor ekonomi, dan hilangnya pekerjaan dari proses penyelarasan budaya pasca merger ini. Sehingga di butuhkan perlakuan khusus melalui komunikasi interpersonal dan persuasif untuk meminimalisir culture toxic sebagai upaya integrasi dan penyelarasan budaya pasca merger.

Kata Kunci: Komunikasi Internal, Resistensi, Penyelarasan Budaya, PT Bank Syariah Indonesia