April 2022 yang lalu, masyarakat Indonesia digemparkan dengan sejumlah hewan ternak seperti sapi, domba, kambing dan sejenisnya, yang tiba-tiba sakit bahkan mati. Setelah diselidiki, ternyata hewan ternak itu mati akibat terinfeksi virus penyakit mulut dan kuku (PMK). Total kerugian akibat krisis wabah PMK itu, diperkirakan mencapai triliunan rupiah terutama di bidang ekonomi. Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menetapkan daerah wabah PMK dengan penanganan yang serius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi krisis yang dilakukan Kementerian Pertanian RI, dalam menanggulangi wabah PMK itu. Selain itu penelitian juga dilakukan untuk mengetahui apa saja langkah yang yang dilakukan Kementan untuk meningkatkan produktivitas hewan ternak usai PMK. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan melalui metode wawancara yang mendalam, observasi dan dokumentasi yang kemudian data dianalisis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, Kementan RI sudah melaksanakan komunikasi krisis sesuai dengan situational crisis communication theory (SCCT). Krisis wabah PMK terjadi karena salah satunya faktor kesalahan manusia (human error) akibat perdagangan ternak ilegal. Strategi respons krisis yang dilakukan Kementan adalah, concern, investigation, justification, corrective action dan juga compensation. Pada tahap pasca krisis, Kementan menerapkan strategi systemic learning. Usai krisis wabah PMK, Kementan RI juga meningkatkan produktivitas ternak, dengan konsistensi vaksinasi massal, program pakan gratis, hingga peningkatan biosecurity dan nutrisi hewan ternak.

Kata Kunci: Strategi Komunikasi Krisis, Kementan RI, Wabah, PMK, SCCT