Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri merupakan kebijakan pemerintah Indonesia untuk mendorong perbaikan sistem penanganan pengungsi di wilayahnya, yaitu kelebihan kapasitas rumah detensi, tidak adanya pembagian wewenang yang jelas antar institusi pemerintahan terkait penanganan pengungsi, dan perbaikan sistem intersepsi pengungsi yang menuju ke wilayah perairan Australia dari Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat pemerintah Australia, melalui IOM Indonesia, menerima bantuan anggaran untuk memberikan bantuan sosial bagi pengungsi di rumah detensi dan pengembangan kapasitas pemerintah Indonesia dalam menangani isu pengungsi. Berdasarkan hal tersebut, bila dianalisis dari kacamata teori kekuatan dan interdependensi, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri berfungsi sebagai untuk meningkatkan goods yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia agar dapat mempertahankan bantuan dana dari pemerintah Australia. Namun, setelah tahun 2018, pemerintah Australia memiliki pertimbangan untuk menghentikan seluruh bantuan dana tersebut yang kemudian memposisikan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri sebagai outside option bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan penanganan pengungsi secara mandiri. Padahal, dalam tataran implementasi, pemerintah Indonesia ternyata belum memiliki kapasitas untuk melaksanakan ketentuan tersebut secara optimal karena ketidaktersediaan sumber daya yang memadai. Ketidaksiapan tersebut mengakibatkan pengungsi Indonesia mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci: Pengungsi, Kepentingan Nasional, Politik Domestik