Perkembangan kerjasama ekonomi internasional melalui perjanjian perdagangan bebas merupakan salah satu bukti dari peran penting globalisasi.ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) merupakan perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok.Sejak pengimplementasian ACFTA, pada tahun 2010, kegiatan perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok meningkat.Terlihat dalam nilai ekspor dan impor antara kedua negara tersebut.Namun dalam kerjasama ini nilai ekspor Indonesia memiliki ketimpangan bila dibandingkan dengan nilai impor dari Tiongkok.Salah satu penyebab adanya ketimpangan tersebut adalah kurangnya daya saing Indonesia dengan Tiongkok.Dalam penelitian ini, sejak pengimplementasian ACFTA, nilai ekspor impor tahun 2012 memiliki ketimpangan yang besar yaitu sebesar US$ 7,727,564.

Dalam persetujuan perdagangan barang ACFTA, pengimplementasian penurunan tarif dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Early Harvest Program (EHP), Normal Track (NT), dan Sensitive Track (ST). Kategori ST merupakan kategori yang memiliki pengaruh besar dalam tingginya nilai defisit dalam neraca perdagangan Indonesia dan Tiongkok di tahun 2012. Produk dengan nilai selisih tertinggi yaitu mesin dan elektronik.Hambatan dalam kerjasama bilateran ini yaitu rendahnya daya saing Indonesia, adanya penurunan ekonomi Tiongkok serta mitra dagang Tiongkok lainnya.Penelitian mengenai hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok dalam kegiatan ekspor dan impor barang melalui ACFTA di tahun 2010 – 2012, Neoliberalisme dipakai sebagai paradigma dengan turunan teori kerjasama, interdependensi dan perdagangan internasional.

Kata Kunci: ACFTA, Indonesia, Tiongkok, ekspor, impor, hubungan bilateral.
Daftar Pustaka : 9 Buku, 17Jurnal, 12Dokumen/Laporan, 1 Majalah, 29Website,
(1989-2018)