Penelitian ini akan membahas mengenai dinamika kebijakan pertahanan Indonesia dalam mempersiapkan diri untuk menjaga kedaulatannya serta memasuki ASEAN Political Security Community (APSC) dengan upaya kekuatan militer dalam menyelesaikan konflik di kawasan regional Asia Tenggara, salah satunya Laut Tiongkok Selatan (LTS). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif atau interpretative research. Paradigma Neo-Realisme digunakan sebagai payung teori yang digunakan yakni teori Revolution in Military Affairs, teori SWOT, serta teori Efektivitas dalam menjawab pertanyaan penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa pertama, kebijakan pertahanan Indonesia berevolusi dari rotasi rezim pemerintahan dari dulu hingga sekarang karena setiap rezim mengalami dan memiliki potensi ancaman yang berbeda dari era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto yang dimana ancaman mereka berasal dari dalam seperti kudeta, dan hal semacamnya hingga fase era reformasi dan sekarang dimana ancaman sudah lebih bervariasi dan memiliki pendekatan penyelesaian yang pastinya berbeda dalam hal ini Indonesia mengembangkannya dengan baik terlebih lagi negara tersebut menciptakan kebijakan spesifik yang ditujukan untuk menstimulasi efektifitas pertahanannya, yakni kebijakan Minimum Essential Forces (MEF). Kedua, terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi APSC dan LTS kapasitas pertahanan Indonesia sudah dapat dikatakan siap untuk menghadapi hal tersebut namun, patut diperhatikan bahwa kekuatan pertahanan yang di akumulasikan terserbut masih belum dapat dikatakan memiliki ketahanan yang bagus jika pertahan Indonesia dibenturkan dengan militer lain yang beberapa langkahnya seperti Tiongkok. Namun, jika mengukur kekuatan pertahanannya Indonesia sudah dapat dikatakan cukup dalam menangkal setiap ancaman yang datang maupun konflik antar negara jika terjadi.