Advanced Search

  • SEARCHING...
  • SEARCHING...

Detail Record


XML

Kebebasan Beragama dalam Pandangan Abdurrahman Wahid

Skripsi ini membahas pemikiran Abdurahman Wahid (Gus Dur) tentang kebebasan beragama, yang bertujuan untuk mengetahui kebebasan beragama dalam pandangan Gus Dur, Indonesia adalah negara bangsa yang realitas masyarakatnya plural atau majemuk. Oleh karena itu, paham kebebasan beragama menjadi pembahasan penting untuk keharmonisan agama-agama di Indonesia. Kondisi kebebasan beragama di Indonesia sering terjadi pelanggaran antar umat beragama, misalnya seperti maraknya kasus-kasus kekerasan atas nama agama yang mendiskriminasikan suatu keyakinan atau agama minoritas di Indonesia. Gus Dur merupakan salah satu tokoh yang peduli dengan hak-hak minoritas. Dalam pembahasannya, penulis berusaha mendekatkan pemikiran Gus Dur apakah mempunyai kesamaan yang lebih mirip mana di antara tokoh seperti; Ahmad Wahib, Djohan Effendi, dan Nurcholish Madjid menyangkut kebebasan beragama di Indonesia dengan menggunakan metode library research dengan pendekatan deskriptif-analitis dari tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, kita dapat membedakan persamaan antara pandangan kebebasan beragama Gus Dur dengan tokoh-tokoh di atas.

Gus Dur lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940 dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil. Dia adalah putra Wahid Hasyim (Menteri Agama era Orde Lama atau cucu K.H Hasyim Asy‘ari), ia mendalami pendidikan Islam di pesantren dan luar negeri, yakni di Timur Tengah, meski begitu pendidikannya tak pernah selesai. Gus Dur berkarir di LSM LP3ES dan menjadi pimpinan organisasi Nahdlatul Ulama, hingga terpilih menjadi Presiden ke IV RI pada awal reformasi. Gus Dur merupakan tokoh pluralisme yang sangat gigih memperjuangkan hak minoritas.

Pandangan kebebasan beragama Gus Dur terdiri atas argumen teologis dan argumen konstitusi. Terdapat tiga argumen teologis dalam Islam yang dia kemukakan dalam ayat al-Qur‘an: Ayat al-Baqarah [2]: 256; Ayat al-Kafirun [109]: 6; Dan ayat al-Kahfi [18]: 29. Sedangkan argumen konstitusi (UUD) 1945, yaitu Undang-Undang pasal 28 (e) ayat 1 dan 2, kemudian pasal 29 ayat 2. Pembahasan kebebasan beragama Gus Dur tidak terlepas dari masalah Hak Azasi Manusia, toleransi beragama, pluralisme beragama dan hak minoritas. Pandangan Hak Azasi Manusia telah tercermin dalam maqashid al-syari‟ah, yaitu tujuan utama syari‘at adalah berupa perlindungan terhadap hak hidup, hak berkeyakinan, hak berpikir, hak milik, dan hak kesucian keluarga. Hak Azasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki setiap manusia sejak lahir untuk memilih jalan hidupnya. Kebebasan beragama adalah kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan yang hanya bisa dibatasi oleh Undang-Undang. Pluralisme Agama adalah pemahaman tentang keadaan masyarakat yang majemuk kepercayaan/agamanya. Toleransi beragama adalah mengakui adanya perbedaan-perbedaan agama/kepercayaan. Hak minoritas adalah hak yang dimiliki masyarakat minoritas untuk memilih jalan hidupnya.
Ahmad Wawi - Personal Name
207000008 - Ahmad Wawi
SKRIPSI FA
Skripsi PFA
Indonesia
Universitas Paramadina
2012
Jakarta
LOADING LIST...
LOADING LIST...