Ketika keterwakilan perempuan di Parlemen sangat gencar di dorong oleh berbagai kalangan, baik oleh aktivis perempuan, pemerintah, dewan perwakilan rakyat, lembaga lembaga pemilu dan tentu saja Aleg (anggota legislator) dan Caleg (calon legislator) yang terlibat langsung dalam aktivitas politik ini. Dan hasilnya dukungan keterwakilan perempuan yang dikemas melalui kebijakan affirmasi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di Parlemen didorong melalui UU pemilu dan UU partai Politik sejak tahun 2004 yang terus direvisi hingga pemilu 2012 yang lalu.

Keterwakilan perempuan di Parlemen tentu saja menjadi salah satu komponen kunci bagi gerakan kesetaraan gender di Indonesia.Karena dengan semakin banyaknya kuantitas keterwakilan perempuan di parlemen dipercayai oleh banyak pihak mampu mengurangi ketidakadilan pembangunan bagi salah satu kelompok. Dalam hal ini adalah kelompok perempuan. Tetapi dalam pemikiran lain kualitas legislator perempuan tentu saja harus semakin cakap dalam prilaku atau aktivitas politik mereka ketika menjadi perwakilan rakyat.

Ketika yang mereka wakili adalah rakyat itu sendiri, maka pemilih perempuan sebagai bagian dari rakyat yang juga merasa diwakili kepentingannya oleh para aleg dan caleg perempuan, maka mereka merasa penting untuk dilihat dan didengar pendapat mereka. Penilaian dan pandangan pemilih perempuan inilah yang sesungguhnya bisa menjadi salah satu penentu peningkatan kuantitas keterwakilan perempuan di parlemen.

Tesis ini, mencoba memberi gambaran pandangan para pemilih perempuan terhadap Caleg perempuan yang tentu saja akan memberi pengaruh (positif atau negatif) kepada Caleg perempuan berikutnya.

Kata Kunci: Komunikasi politik, strategi komunikasi politik, legislator perempuan, prilaku memilih perempuan