Information Operations China dan Hong Kong pada Hong Kong Protest 2019 di Twitter
Hong Kong Protest 2019 diawali dengan unjuk rasa pada Juni 2019 yang bertujuan agar RUU ekstradisi ditarik. Jika RUU tersebut lolos, maka akan memungkinkan ekstradisi ke daratan China. Hal ini memicu respon keras dari sebagian besar masyarakat Hong Kong, terutama generasi yang lahir setelah tahun 1997. Generasi tersebut lahir saat Inggris telah menyerahkan Hong Kong kepada Beijing dan menjadi Hong Kong SAR dalam kerangka One Country Two Systems. Kerangka tersebut tertulis dalam Sino-British Joint Decralation yang menyebutkan bahwa Hong Kong SAR memiliki otonomi tingkat tinggi, kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat di Beijing. Dalam kaitan itu, pengunjuk rasa yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan profesional muda beranggapan bahwa RUU ekstradisi merupakan pelanggaran atas kerangka dimaksud yang masih berlaku hingga 2047 atau 50 tahun sejak perjanjian berlaku. Mengingat ketatnya aturan dan keterbatasan dalam menjalankan aksi protes secara fisik dan perlunya mendapat dukungan dari komunitas internasional guna memperjuangkan hak dan kebebasan di Hong Kong, maka pengunjuk rasa menggunakan Twitter sebagai media untuk mencapai tujuannya. Namun, penggunaan Twitter pada Hong Kong Protest 2019 juga menjadi arena Information Operations bagi China dan Hong Kong. Pada isu ini, teknologi informasi dan komunikasi digunakan sebagai upaya menjaga keamanan informasi. Selain itu, konten Twitter yang berisi teks, gambar, dan video dapat membentuk pola narasi aktor China dan Hong Kong dalam melakukan Information Operations pada Hong Kong Protest 2019. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan sequential mixed model dimana terdapat 2 jenis data dalam satu penelitian yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Penulis mengumpulkan data dari literatur yang berisi 6 variabel dan 32 indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Social Network Analysis untuk mengetahui interaksi dan hubungan antar aktor pada Hong Kong Protest 2019. Dari data yang terkumpul, diintegrasikan, dan dianalisa, mendapatkan hasil bahwa aktor Government Hong Kong tidak berada dalam pihak yang sama dengan pengunjuk rasa (Hong Kongers). Adapun pola narasi yang digunakan oleh China yaitu information detterence sedangkan Hong Kong adalah narrative of violence. Selanjutnya, guna mengendalikan informasi dan mencegah eksploitasi informasi, baik China maupun Hong Kong melakukan berbagai asesmen melalui Operation Security terhadap berbagai teknologi yang digunakan baik di ruang fisik maupun ruang siber.
Kata kunci: Information Operations, Hong Kong Protest, Twitter, China, Hong Kong
Kata kunci: Information Operations, Hong Kong Protest, Twitter, China, Hong Kong
Nurul Rizki - Personal Name
218131003 - Nurul Rizki
TESIS PGSD
Tesis PGSD
Indonesia
Universitas Paramadina
2023
Jakarta
x + 110
LOADING LIST...
LOADING LIST...