Peran Uni Eropa dalam Menangani Masalah Kekerasan terhadap Perempuan di Republik Demokratik Kongo (RDK) (2008-2013)
Dalam sistem politik internasional ternyata tidak terlepas dari berbagai isu global, diantaranya isu seputar pemberantasan terorisme, lingkungan hidup, hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Salah satu persoalan yang berkaitan dengan HAM dan demokrasi adalah masalah mengenai kekerasan terhadap perempuan. Umumnya persoalan tersebut terjadi di kelompok negara dunia ketiga (Afrika, Amerika Latin dan Asia), dimana peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan relatif masih lemah dan terdapat pengaruh dari kultur yang cenderung memposisikan kaum perempuan sebagai pihak inferior.
Salah satu negara dunia yang menghadapi persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah Republik Demokratik Kongo (RDK). Kondisi stabilitas keamanan yang tidak kunjung kondusif telah mengarahkan pada kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama sejak terjadinya konflik Kongo pertama yang terjadi sejak bulan Oktober 1996 hingga Mei 1997 yang kemudian dilanjutkan dengan terjadinya Perang Kongo II (Second Congo War) pada tahun 1998-2003. Persoalan kekerasan terhadap perempuan di RDK terebut kemudian menimbulkan reaksi dari berbagai aktor internasional salah satunya adalah Uni Eropa.
Berbagai peran yang dijalankan oleh Uni Eropa dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan di RDK telah membawa perubahan kearah yang lebih baik. Meskipun demikian peran tersebut belum bisa dijadikan solusi yang bersifat mendasar atau belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Hal tersebut disebabkan karena adanya hambatan dalam konteks internal dan eksternal dari Uni Eropa sendiri.
Kata Kunci : Uni Eropa, Republik Demokratik Kongo (RDK), Kekerasan terhadap perempuan.
Sumber : 17 buku, 44 website dan 3 laporan.
Salah satu negara dunia yang menghadapi persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah Republik Demokratik Kongo (RDK). Kondisi stabilitas keamanan yang tidak kunjung kondusif telah mengarahkan pada kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama sejak terjadinya konflik Kongo pertama yang terjadi sejak bulan Oktober 1996 hingga Mei 1997 yang kemudian dilanjutkan dengan terjadinya Perang Kongo II (Second Congo War) pada tahun 1998-2003. Persoalan kekerasan terhadap perempuan di RDK terebut kemudian menimbulkan reaksi dari berbagai aktor internasional salah satunya adalah Uni Eropa.
Berbagai peran yang dijalankan oleh Uni Eropa dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan di RDK telah membawa perubahan kearah yang lebih baik. Meskipun demikian peran tersebut belum bisa dijadikan solusi yang bersifat mendasar atau belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Hal tersebut disebabkan karena adanya hambatan dalam konteks internal dan eksternal dari Uni Eropa sendiri.
Kata Kunci : Uni Eropa, Republik Demokratik Kongo (RDK), Kekerasan terhadap perempuan.
Sumber : 17 buku, 44 website dan 3 laporan.
Liananda Widya Pratiwi - Personal Name
210000167 - Liananda WIdya P
SKRIPSI HI
Skripsi HI
Indonesia
Universitas Paramadina
2015
Jakarta
LOADING LIST...
LOADING LIST...